Berbicara tentang asal usul agama Islam, tidak dapat hanya dengan mengaitkannya dengan kehidupan Nabi Muhammad Saw. Peristiwa turunnya wahyu pertama kali, kepada Nabi Muhammad Saw., di Gua Hira, bukanlah awal dari munculnya agama Islam.
Dalam kajian Cak Nun dan Kiai Kanjeng dijelaskan, bahwa peristiwa tersebut bukanlah awal dari munculnya agama Islam, melainkan awal dari kesempurnaan Islam.
Hal itu merupakan penjelasan yang sangat masuk akal, karena nabi – nabi dan rasul – rasul sebelumnya, bukan berarti tidak Islam. Pun Rasulullah Saw. bukan berarti tidak Islam sebelum menerima wahyunya.
Padahal Rasulullah Saw. sebelumnya, sudah menjadi manusia yang kamil, manusia yang sempurna. Allah juga tidak mungkin menciptakan sesuatu yang sifatnya tidak Islam.
Kun, maka Islam berlangsung, baik di bumi, di langit, maupun di antaranya. Segalanya. Islam bukanlah benda, melainkan perilaku. Perilaku agar selamat di depan Allah.
Sejarah Lahirnya Agama Islam di Arab
Masih sama dengan penjelasan singkat yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa peristiwa turunnya wahyu pertama, adalah awal dari kesempurnaan Islam.
Jadi penjelasan selanjutnya bukanlah sejarah lahirnya agama Islam di Arab, melainkan sejarah awal kesempurnaan agama Islam di Arab.
Jadi, dapat diartikan, bisa jadi Islam telah ada di wilayah yang lain, walau belum sempurna. Perlu kita ingat, bahwa jumlah nabi sangatlah banyak.
Sejarah awal kesempurnaan agama Islam di Arab, adalah dimulai sejak Nabi Muhammad mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira.
Wahyu tersebut diterima pada 17 Ramadhan tahun 13 sebelum hijriyah, atau lebih tepatnya pada tanggal 6 Agustus 610 Masehi. Kalam Allah yang pertama turun, melalui malaikat Jibril, adalah Surat al-Alaq ayat 1 sampai dengan 5. Iqra, bacalah.
Sepulang dari Gua Hira, Nabi Muhammad menceritakan apa yang telah dialami kepada Khadijah.
Setelah Rasulullah tenang, Khadijah pergi untuk menemui salah satu keluarganya, yaitu Waraqah, paman Khadijah, untuk menceritakan dan menanyakan perihal apa kira-kira yang terjadi.
Waraqah sendiri adalah seorang Nasrani dan memiliki banyak pengetahuan tentang naskah kuno.
Dari keterangan Waraqah, dapat disimpulkan bahwa yang datang itu adalah Namus, sebutan lain Jibril. Waraqah juga memberi tahu Khadijah, bahwa akan datang masa ketika suaminya akan diusir dari kampungnya sendiri.
Surat al-Muddatsir turun, ketika Rasulullah Saw. sedang tidur. Sejak saat itu, dimulailah dakwah Rasulullah Saw. untuk menyebarkan agama Islam.
Asal Usul Agama Islam di Indonesia
Seperti yang sudah disampaikan di banyak literatur, bahwa ada tiga teori asal usul agama Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, Persia, dan Arab.
1. Teori Gujarat.
Dicetuskan pertama kali oleh Pijnappel, namun yang lebih terkenal adalah Snouck Hurgronje.
2. Teori Persia.
Hal yang menjadi sorotan dari teori ini adalah karena ada beberapa budaya yang sama dengan Persia. Seperti tradisi Tabut di Sumatera Barat untuk memperingati hari wafatnya cucu Rasulullah, Hasan dan Husein. Di Persia juga ada tradisi ini, dan diperingati setiap tanggal 10 Muharam.
3. Teori Arab.
Pada dasarnya, teori ini menentang dua teori sebelumnya. Karena yang diyakini oleh teori ini, bahwa Islam masuk ke Indonesia sudah sejak sekitar abad ke-7, bukan abad ke-12 atau ke-13.
Ada beberapa hal yang menjadi penguatnya, salah satunya adalah sumber dari literatur Cina, menyebutkan bahwa sudah berdirinya pekojan di pesisir pantai Sumatera menjelang seperempat abad ke-7.
Chiu T’hang Shu, kitab sejarah Cina, menyebutkan bahwa, Cina pernah kedatangan kunjungan diplomatik dari orang Arab (Tan mi mo ni’), yang berasal dari daulah islam kepemimpinan Utsman bin Affan.
Perjalanan-perjalanan ini sebenarnya telah dilakukan oleh para pengembara, pelayar, dan pedagang dari Arab maupun Timur Tengah.
Jjauh sebelum penjelajah Eropa melakukan ekspedisinya. Biasanya, orang-orang Arab ini tidak hanya berlayar ke Cina, namun juga termasuk singgah di wilayah nusantara.
Beberapa catatan menyebutkan, duta-duta dari Timur Tengah, seperti duta dari Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, sempat mengunjungi wilayah Zabaj atau Sribuza. Zabaz atau Sribuza tak lain adalah Kerajaan Sriwijaya.
Aja’in al Hind, karya Buzurg bin Shahriyar al Ramhurmuzi, tahun 1000, menyebutkan bahwa sudah ada pekojan, atau perkampungan muslim, di wilayah Kerajaan Sriwijaya.
Ternyata, Kerajaan Sriwijaya memiliki hubungan diplomatik dengan kekhalifahan, hingga masa khalifah Umar bin Abdul Azis.
Azyumardi Azra mengutip dari buku Al Iqd al Faris, karya Ibn Abd Al Rabbih, bahwa Sri Indravarman, sebagai raja Kerajaan Sriwijaya waktu itu, menuliskan surat kepada khalifah Umar bin Abdul Azis.
Intinya Sri Indravarman meminta untuk mengirimkan seseorang yang dapat mengajarkan kepadanya agama Islam beserta hukum-hukumnya. Hubungan diplomatik tersebut diperkirakan terjadi pada 100 hijriyah, atau pada tahun 718 masehi.
Selain Sriwijaya, daerah lain seperti Aceh dan Minangkabau, juga menjadi tempat untuk memperluas dakwah Islam.
Pada periode ini, Islam tidak hanya sebatas masuk pada dunia perdagangan, namun juga merambah ke dunia politik dan tata negara. Seiring berdirinya Kerajaan Perlak dan Samudera Pasai.
Asal Usul Agama Islam di Jawa
Penyebaran agama Islam, tidak hanya berproses di Pulau Sumatera, melainkan juga terproses di tanah Jawa, dengan waktu yang kurang lebih bersamaan.
Menurut Prof. Hamka, asal usul agama Islam di Jawa, yaitu ketika sahabat Rasulullah, yaitu Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam melanjutkan perjalanannya hingga ke Jawa, di tengah misinya menjadi duta untuk Cina.
Beliau menyamar sebagai seorang pedagang dan melakukan pengamatan. Tempat yang didatangi kala itu adalah Kerajaan Kalingga. Sejak itu, agama Islam berproses, hingga ke masa Wali Songo.
Wali Songo memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa, terlebih lagi, dalam menanamkan pondasi pemerintahan Islam.
Selain Kerajaan Demak, yang kala itu menjadi kerajaan besar bercorak Islam di tanah Jawa, wilayah Giri di Gresik Jawa Timur yang dipimpin oleh Sunan Giri.
Keberadaan sunan Giri juga tidak dapat dilepaskan kontribusinya, dalam penyebaran agama Islam. Sunan Giri, atau Raden Paku, atau Maulana Ainul Yaqin ini, membangun wilayah Giri menjadi pusat dakwah dan tempat kader-kader pendakwah ditempa.
Begitu kuatnya pengaruh agama dari wilayah Giri, Kerajaan Majapahit yang saat itu menguasai tanah Jawa, tidak dapat menghapusnya. Selang waktu berlalu dan Majapahit melemah, Kerajaan Demak berdiri.
Bergiilir setelah Kerajaan Demak runtuh, berdirilah Kesultanan Pajang, yang kemudian jatuh ke Kerajaan Mataram.
Wilayah Giri tetap memiliki perannya sendiri, walaupun berdiri pemerintahan Islam yang baru. Saat Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung, kerajaan ini tidak lagi memegang prinsip Islam.
Sehingga membuat wilayah Giri menentukan sikap dan mendukung Bupati Surabaya berontak pada Kerajaan Mataram.
Kedatangan penjajah Belanda, membuat kekuatan Islam melemah. Walaupun demikian, Islam yang telah tertanam dengan semangat jihadnya di tanah Jawa, menggerakkan banyak perlawanan terhadap penjajah. Perlawanan ini tidak hanya terjadi di Jawa, namun juga terjadi di berbagai wilayah di nusantara.
No comments:
Post a Comment