Sabar Dan Syukur Adalah Kunci Untuk Menuju Kebahagiaan
Setiap manusia pasti pernah merasakan suka dan duka, susah dan senang, lapang dan sempit. Keduanya sama-sama berpeluang mengantarkan seseorang meraih derajat tinggi di sisi Allah, namun di sisi lain juga bisa menjadi jalan bagi seseorang menuju kehinaan. Semua itu tergantung bagaimana sikap yang ditunjukkan seseorang dalam merespon dua kondisi tersebut.
Baca Juga: 20-Kata Mutiara Islami Dr. Aidh Al-Qarni
Dalam bahasa al-Qur’an, dua kondisi kehidupan manusia ini sering disebut dengan istilah sarra’ dan dharra’. Sarra’ mencakup segala keadaan menyenangkan yang dialami manusia seperti diberi kemudahan, kebahagiaan, kesehatan. Sebaliknya, istilah dharra’ meliputi segala keadaan tidak menyenangkan seperti mengalami kesulitan, kesedihan, sakit.
Ada dua sikap yang perlu ditanamkan agar kita bisa meraih kemuliaan di sisi Allah, baik dalam kondisi suka maupun duka.
- Sabar
Salah satu sikap yang perlu kita tanamkan ketika mengalami kondisi dharra adalah untuk menjadi pribadi yang sabar. Baik itu berupa kesulitan dalam urusan dunia, duka atas meninggalnya orang tercinta, kesempitan dalam soal rezeki, sakit parah yang membuat payah, dan persoalan lainnya yang tidak menyenangkan dalam kehidupan.
Pribadi yang sabar tidak akan mengeluh apalagi marah atas ujian kesedihan dan kesulitan hidup yang menimpanya. Ia justru mengembalikan semuanya kepada Allah Sang Pencipta, Pengatur, Penguasa, Pendidik, dan Pemilik segala yang ada di alam semesta. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
(وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (155) yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali”. (156) (QS. Al-Baqarah: 155-156)
Segala cobaan hidup akan terasa ringan jika kita selalu mengingat pahala dan keutamaan yang besar dari sikap sabar. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas. (QS. Az-Zumar: 10)
Bahkan pada setiap musibah yang menimpa seseorang, sekecil apapun itu, maka Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya jika ia ridha menerimanya dengan sabar.
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5642)
- Syukur
Cobaan hidup juga akan terasa ringan jika seseorang pandai bersyukur atas nikmat Allah yang masih bisa ia rasakan yang tak terhitung jumlahnya, dan senantiasa mengingat bahwa masih banyak orang lain yang barangkali mengalami cobaan yang lebih berat darinya. Karena sesungguhnya tidak ada suatu cobaan kecuali di atasnya masih ada yang lebih berat lagi.
Terlebih dalam kondisi sarra’, sikap syukur perlu ditunjukkan seseorang sebagai bentuk pengakuan dan kesadaran bahwa semua nikmat yang diterimanya adalah karunia Allah. Baik nikmat berupa kelancaran dalam urusan dunia, kecukupan rezeki, kesehatan, dan lain sebagainya. Sebab, jika bukan karena kasih sayang dan kemudahan yang Allah berikan, tentu semua kenikmatan itu tidak akan bisa dirasakan.
Ungkapan syukur tersebut ditunjukkan melalui lisan dalam bentuk pujian kepada Allah, pengakuan dalam hati, lalu diwujudkan dengan menjalankan ketaatan kepada Allah melalui amal perbuatan.
Syeikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah memberikan penjelasan tentang pengertian syukur,
الشكر ظهور أثر نعمة الله على لسان عبده: ثناء واعترافا، وعلى قلبه شهودا ومحبة، وعلى جوارحه انقيادا وطاعة
“Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa ucapan pujian dan kesadaran bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Serta melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.” (Madarijus Salikin, 2/244).
Siapa yang mampu merealisasikan sabar dan syukur dalam dirinya, maka itulah salah satu bentuk kesempurnaan iman. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“perkara orang mukmin itu mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mukmin, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Begitulah seharusnya sikap yang ditunjukkan oleh orang beriman dalam merespon segala yang terjadi dalam kehidupannya, yaitu dengan sabar dan syukur.
No comments:
Post a Comment