Hari kelahiran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sering disebut dengan Maulid atau Maulud. Perayaan Maulid Nabi ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat muslim dunia termasuk di Indonesia yang bermazhab Syafi'i.
Orang yang pertama kali mengadakan peringatan Maulid Nabi adalah Sultan Al-Muzhaffar. Demikian kata Ibnu Katsir, Al-Hafizh Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi. Sultan Al-Muzhaffar (549-630 H) mengundang seluruh rakyatnya termasuk para ulama, ahli tasawuf, ilmuwan, di Irak untuk memperingati Maulid Nabi. Hal serupa juga dilakukan Shalahuddin Al-Ayyubi (567-622 H) untuk meningkatkan semangat jihad kaum muslimin saat membebaskan Baitul Maqdis.
Kisah Hikmah Merayakan Maulid Nabi
Berikut ini beberapa kisah Hikmah perayaan Maulid Nabi dinukil dari Kitab I'anah al-Thalibin karya Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha al-Dimyathi. Di antaranya, ada kisah pemuda yang diangkat jadi Waliyullah berkat mengagungkan Maulid Nabi.
Dikisahkan, pada masa Amirul Mukminin, Harun Ar-Rasyid, ada seorang pemuda di Bashrah yang gemar berbuat dosa, hingga penduduk selalu memandangnya dengan pandangan hina karena ulah perbuatannya. Tapi selain itu, ia memiliki kebiasaan, saat datang bulan Rabiul Awal, ia cuci bajunya dan menggunakan wewangian kemudian berhias dan mengadakan walimah, dan meminta dibacakan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Kebiasaan ini ia lakukan terus menerus dalam waktu yang lama. Saat ia meninggal dunia penduduk Bashrah mendengar hatif (suara tanpa rupa) yang menyerukan: "Wahai penduduk Bashrah, datang dan saksikanlah jenazah salah satu wali (kekasih) Allah. Ia adalah orang mulia di sisi-Kku."
Penduduk Bashrah pun menghadiri dan merawat jenazah serta menguburnya. Mereka pun bermimpi melihat pemuda tersebut mengenakan pakaian yang terbuat dari sutra sundus dan istabraq. Kemudian ditanyakan kepadanya: "Sebab apa engkau mendapatkan kemuliaan ini?" Pemudah itu menjawab: "Sebab memuliakan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
Baca Juga: Berhijab dalam Aktivitas Muslimah Sehari-hari Inilah Manfaatnya
Kisah berikutnya, pada zaman Khalifah Malik Ibn Marwan, ada seorang pemuda tampan yang suka menunggang kuda. Suatu hari, saat dia sedang di atas punggung kudanya tiba-tiba kudanya lari dengan kencang dan membawanya masuk lorong-lorong di Syam.
Ia tak mampu mengendalikan kudanya hingga masuk ke jalan menuju pintu khalifah dan berpapasan dengan putra khalifah. Sang putra khalifah pun tidak mampu menghindari kuda itu dan akhirnya tertabrak hingga meninggal dunia.
Berita itu akhirnya sampai ke telinga khalifah, dan memerintahkan agar pemuda itu ditangkap dan dihadapkan kepadanya. Ketika pemuda itu menuju khalifah, ia berkata dalam hati: "Jika Allah menyelamatkanku dari kejadian ini maka aku akan membuat walimah, dan aku akan meminta dibacakan Maulid Nabi ."
Saat pemuda itu sampai di hadapannya, sang khalifah pun memandangnya, lalu tertawa padahal sebelumnya dia sangat marah. "Wahai pemuda, apakah kau pandai ilmu sihir?" tanya khalifah.
"Tidak, demi Allah, wahai Amirul Mukminin," jawab si pemuda.
"Aku telah memaafkanmu, tapi katakan kepadaku apa yang kau katakan (dalam hatimu)? Khalifah balik tanya.
"Jika Allah menyelamatkanku dari kejadian ini maka aku akan membuat walimah, dan aku akan meminta di bacakan Maulid Nabi," jawab pemuda itu.
"Aku telah memaafkanmu, dan ini uang 1000 Dinar untuk merayakan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Engkau telah terbebas dari darah anakku," kata khalifah.
Pemuda itu pun keluar dari kediaman khalifah. Betapa gembiranya ia terbebas dari Qishos, bahkan mendapatkan 1000 Dinar berkah dari kecintaannya terhadap Maulid Nabi.
Sumber:
Lajnah Ta'lif wan Nasyr
No comments:
Post a Comment